Jakarta – Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI menerima audiensi sejumlah tokoh masyarakat yang menolak pernikahan beda agama di Ruang Rapat Fraksi, Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (22/9). Tokoh masyarakat tersebut terdiri dari guru ngaji, santri, pengacara, dan aktivis Ansor.
Audiensi tokoh masyarakat itu diterima oleh Ketua Fraksi PPP DPR RI Amir Uskara, Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani, Anggota Komisi VIII DPR RI Muslich Zainal, dan anggota Fraksi PPP lainnya, yaitu Asep Maoushul, Anas Thahir, dan Anwar Idris.
“Kami ingin menyampaikan keluh kesah terkait maraknya pernikahan beda agama. Padahal, UU Perkawinan sebagai hukum positif negara maupun dalam hukum Islam tidak membolehkan pernikahan beda agama,” jelas salah satu tokoh masyarakat, M. Ali Muchtar dalam keterangan tertulis, Kamis (22/9/2022).
Ia menyatakan bersama dengan tokoh masyarakat lainnya ia menggugat pernikahan beda agama di Pengadilan Negeri Surabaya. Menurutnya, putusan tersebut perlu ditolak secara hukum agar tidak menimbulkan produk hukum lainnya baik di PN Surabaya maupun PN lainnya yang ternyata pernah memutuskan hal serupa.
Menanggapi audiensi tersebut, Arsul Sani menilai perlu ada uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pasal-pasal yang berkaitan dengan diperbolehkannya nikah beda agama seperti UU Adminduk atau UU Peradilan Umum dengan ketentuan bersyarat, di mana pengadilan boleh menetapkan atau menerima perkara permohonan sepanjang hal tersebut diperintahkan oleh undang-undang. Oleh karenanya, aspirasi yang sampai akan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Mahkamah Agung (MA).
“Kalau dari sisi hukum pandangan bapak-bapak mengenai pernikahan beda agama sama dengan pandangan kami di PPP, tidak ada perbedaan. Terkait dengan dijadikannya MA sebagai turut tergugat di PN Surabaya, pasti kita sampaikan, karena kita masih menunggu jadwal konsultasi dulu dengan MA,” katanya.
Anas Thahir menambahkan pihaknya memahami langkah-langkah yang dilakukan oleh para tokoh masyarakat yang melakukan audiensi tersebut. Karena menurutnya, pernikahan beda agama tidak hanya membawa beban psikis terhadap pelaku, melainkan juga pihak keluarga.
“Ini sangat pas karena yang mengupayakan UU perkawinan juga sejak dulu adalah PPP. Bagaimana pun perkawinan beda agama tidak sah, baik dilihat dari sisi agama maupun undang-undang,” pungkasnya.