Jakarta – Sekjen PPP Gus Arwani Thomafi mengatakan pemerintah harus serius menangani berbagai dampak negatif dari adanya digitalisasi. Menurutnya, selain berdampak dan memberikan manfaat positif untuk masyarakat, nyatanya digital juga membuat adanya judi online, prostitusi online, bahkan mengemis secara online.
Karena hal itu, ia mengatakan dampak negatif akibat adanya digital ini bisa dicegah dan diberantas oleh pemerintah. Pencegahan dan pemberantasan tersebut, menurutnya bisa dilakukan melalui penegakan hukum yang tegas dan adanya perumusan kebijakan yang kuat.
“Seperti judi online ini luar biasa merusak masyarakat kita. Pada tahun 2022 lalu, PPATK menyebut terdapat Rp 81 triliun transaksi dari judi online ini. Belum lagi praktik prostitusi online yang makin bebas memanfaatkan pelbagai platform media sosial di digital,” ujar Arwani dalam keterangan tertulis, Minggu (22/1/2023).
Hal ini disampaikannya dalam Muktamar Pemikiran KH Hasyim Asy’ari yang digelar Pengurus Pusat Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebu Ireng (PP IKAPETE) di Malang, Jawa Timur.
Selain itu, Arwani menyoroti adanya fenomena pengemis online yang belakangan terjadi dan meresahkan publik. Fenomena pengemis ini, kata Arwani, menjadikan orang kehilangan dedikasi dalam bekerja.
“Pengemis daring ini selain ada unsur eksploitasi, juga menjadikan orang jadi pemalas dalam melakukan aktivitas yang bermanfaat,” tegas Arwani
Tak hanya itu, pada kesempatan yang sama, Arwani menyebutkan seruan resolusi jihad yang digelorakan oleh KH Hasyim Asy’ari perlu dikontekstualkan di era revolusi industri 4,0 dan society 5.0. Sebab, menurutnya tantangan di era digital ini tak kalah serius dan pelik saat era kemerdekaan.
Arwani menilai jika digitalisasi tidak diantisipasi dengan baik, maka efek negatifnya akan mengancam kedaulatan NKRI dan merusak sendi-sendi agama.
“Spirit resolusi jihad KH Hasyim Asy’ari ini harus kita kontekstualkan dalam merespons ekses negatif dari digital ini. Resolusi jihad hadir untuk menegakkan kedaulatan NKRI dan menegakkan agama,” katanya.
Karena itu, kata Arwani, resolusi jihad yang digelorakan para ulama NU perlu ditindaklanjuti oleh berbagai pihak, khususnya dalam merespons ekses negatif digital. Ia menyebutkan lembaga pendidikan seperti pesantren, madrasah dan lembaga pendidikan formal memiliki tanggung jawab untuk menguatkan ideologi nasionalisme dan Islam.
“Di sisi yang lain, para penyelenggara negara baik dari kalangan eksekutif dan legislatif juga memiliki tanggung jawab untuk menghadirkan kebijakan publik yang memberikan perlindungan bagi warga negara dari dampak negatif digital ini,” jelas Arwani.
Arwani menambahkan DPR dan Pemerintah pada September 2022 lalu telah mengesahkan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) sebagai wujud komitmen negara dalam memproteksi data pribadi warga Indonesia dari kejahatan penyalahgunaan data pribadi. Kendati demikian, Arwani tidak menampik bila keberadaan aturan hukum terkait digital ini masih belum optimal.
“Harus kita akui, kebijakan hukum di ranah digital belum optimal. PPP akan mendorong dan menginisiasi lahirnya aturan hukum yang memberi perlindungan terhadap warga negara, seperti keberadaan judi online, prostitusi online termasuk pengemis online,” tandas Arwani.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua PBNU KH Fahrurozi mengatakan saat ini Indonesia darurat pelacuran online. Menurutnya, banyak aplikasi yang menawarkan pelacuran. Ia juga menyoroti sejumlah permohonan dispensasi perkawinan oleh anak-anak usia sekolah yang terjadi di sejumlah kota di Indonesia.
“Kita ini darurat pelacuran, betapa banyak aplikasi yang menawarkan pelacuran. Kita sebagai penerus Mbah Hasyim untuk menjawab tantangan ini. Betapa teknologi membawa anak-anak kita terjerumus pergaulan bebas,” cetus Fahrur.
Sebagai informasi, dalam kegiatan tersebut turut menjadi pembicara Menkopolhukam Mahfud MD, Pengasuh PP Tebuireng Jombang KH Abdul Hakim Mahfudz, Gus Irfan Yusuf, Ketua PBNU KH Fahrurrozi, Staf Khusus Wakil Presiden Masykuri Abdillah, serta Rektor Unisma Malang Masykuri Bakri.